Senin, 22 Juni 2015

Budaya Adat Pernikahan Minangkabau



Indonesia mempunyai beraneka ragam budaya, mulai dari kebudayaan Sumatera, Jawa,Sulawesi, Kalimantan, ataupun Irian jaya. Ini sudah menjadi ciri khas dari Negara kita ini. Karena banyaknya kebudayaan di Indonesia oleh sebab itu kita seharusnya mengetahui beberapa kebudayaan di setiap daerahnya.
Saya ingin ingin menjelaskan atau memberitahukan  kebudayaan yang ada di Indonesia yaitu kebudayaan Minangkabau Saya akan menjelaskan kebudayaan adat perkawinan.
Dengan demikian saya membuat makalah ini untuk mengetahui budaya adat pernikahan di Minangkabau apa saja yang dilakukan sebelum pernikahan dan sesudah akad nikah.
Dalam tiap masyarakat dengan susunan kekerabatan bagaimanapun, perkawinan memerlukan penyesuaian dalam banyak hal. Perkawinan menimbulkan hubungan baru tidak saja antara pribadi yang bersangkutan, antara marapulai dan anak dara tetapi juga antara kedua keluarga. Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda baik asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa dan lain sebagainya. Karena itu syarat utama yang harus dipenuhi dalam perkawinan, kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak.
Pengenalan dan pendekatan untuk dapat mengenal watak masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali untuk memperoleh keserasian atau keharmonisan dalam pergaulan antara keluarga kelak kemudian. Perkawinan juga menuntut suatu tanggungjawab, antaranya menyangkut nafkah lahir dan batin, jaminan hidup dan tanggungjawab pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan. Berpilin duanya antara adat dan agama Islam di Minangkabau membawa konsekwensi sendiri. Baik ketentuan adat, maupun ketentuan agama dalam mengatur hidup dan kehidupan masyarakat Minang, tidak dapat diabaikan khususnya dalam pelaksanaan perkawinan. Kedua aturan itu harus dipelajari dan dilaksanakan dengan cara serasi, seiring dan sejalan. Pelanggaran apalagi pendobrakan terhadap salah satu ketentuan adat maupun ketentuan agama Islam dalam masalah perkawinan, akan membawa konsekwensi yang pahit sepanjang hayat dan bahkan berkelanjutan dengan keturunan. Hukuman yang dijatuhkan masyarakat adat dan agama, walau tak pernah diundangkan sangat berat dan kadangkala jauh lebih berat dari pada hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negara. Hukuman itu tidak kentara dalam bentuk pengucilan dan pengasingan dari pergaulan masyarakat Minang. Karena itu dalam perkawinan orang Minang selalu berusaha memenuhi semua syarat perkawinan yang lazim di Minangkabau. Syarat-syarat itu menurut Fiony Sukmasari dalam bukunya Perkawinan Adat Minangkabau adalah sebagai berikut : Kedua calon mempelai harus beragama Islam.
* Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain.
* Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak.
* Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.
Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat diatas dianggap perkawinan sumbang, atau perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat Minang. Selain dari itu masih ada tatakrama dan upacara adat dan ketentuan agama Islam yang harus dipenuhi seperti tatakrama jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah, baralek gadang, jalang manjalang dan sebagainya. Tatakrama dan upacara adat perkawinan inipun tak mungkin diremehkan karena semua orang Minang menganggap bahwa “Perkawinan itu sesuatu yang agung”, yang kini diyakini hanya “sekali” seumur hidup. (Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang Minang)
Adapun tata cara  adat perkawinan di mingkabau, antara lain :
1. MARESEK
Awal dari sebuah perkawinan jika menjadi urusan keluarga, bermula dari penjajakan. Di Minangkabau sendiri kegiatan ini di sebut dengan berbagai istilah. Ada yang menyebut maresek, ada yang mengatakan marisiak, ada juga yang menyebut marosok sesuai dengan dialek daerah masing-masing. Tapi tujuan dan artinya sama yaitu melakukan penjajakan pertama.
Tata cara pelaksanaannya berbeda-beda di Sumatera Barat. Ada nagari-nagari di mana perempuan yang datang dahulu melamar. Tapi ada juga nagari-nagari di mana pihak laki-laki yang melakukan pelamaran. Namun sesuai dengan system kekerabatan matrilineal yang berlaku di Minankabau, maka yang umum melakukan lamaran ini adalah pihak keluarga perempuan.
Pelaksanaan penjajakan tidak perlu ayah-ibu atau mamak-mamak langsung dari si anak gadis yang akan di carikan jodoh itu yang datang. Biasanya perempuan-perempuan yang sudah berpengalaman untuk urusan-urusan semacam itu yang di utus terlebih dahulu. Tujuannya adalah mengajuk-ajuk apa pemuda yang dituju telah ada niat untuk dikawinkan dan kalau sudah berniat apakah ada kemungkinan kalau dijodohkan dengan anak gadis si A yang juga sudah berniat untuk berumah tangga.
Jika mamak atau ayah bundanya nampak memberikan respon yang baik, maka angin baik ini segera di sampaikan kembali oleh si telangkai tadi kepada mamak dan ayah bunda pihak si gadis.
Urusan resek-maresek ini tidak hanya berlaku dalam tradisi lama, tetapi juga berlaku sampai sekarang baik bagi keluarga yang masih berada di Sumatera Barat, maupun bagi mereka yang sudah bermukim di rantau-rantau.
Terutama tentu saja bagi keluarga-keluarga yang keputusan-keputusan penting masih tergantung kepada orang-orang tua mereka. Untuk kasus-kasus yang semacam ini, tentang siapa yang harus terlebih dahulu melakukan penjajakan, tidaklah merupakan masalah. Karena di sini berlaku hokum sesuai dengan pepatah petitih :
Sia marunduk sia bungkuak
Sia malompek sia patah
Artinya siapa yang berkehendak,tentulah dia yang harus mengalah

Seringkali resek-maresek ini tidak selesai satu kali, tapi bisa berlanjut dalam beberapa kali perundingan. Dan jika semuanya telah bersepakat untuk saling menjodohkan anak kemenakan masing-masing dan segala persyaratan untuk itupun telah di setujui oleh pihak keluarga laki-laki dengan telangki yang, maka barulah selanjutnya di tentukan untuk mengadakan pertemuan secara lebih resmi oleh keluarga kedua belah pihak. Acara inilah yang di sebut acara maminang.

2. MAMINANG/BATIMBANG TANDO (BERTUKAR TANDA)

Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini melibatkan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran kue-kue dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Kemudian dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.

3. MAHANTA SIRIAH/MINTA IZIN

Bagi calon pengantin wanita, kewajiban ini tidaklah terpikul langsung kepada calon anak daro, tetapi dilaksanakan oleh kaum keluarganya yang wanita yang telah berkeluarga , acara ini disebut mahanta siriah. Atau menghantar sirih.
Tata cara
Pada hari yang telah ditentukan calon mempelai pria dengan membawa seorang kawan ( biasanya teman dekatnya yang telah atau baru berkeluarga) pergi mendatangi langsung rumah isteri dari keluarga-keluarga yang patut dihormati.
Kemudian menjelaskan segala rencana perhelatan yang akan diadakan oleh orang tuanya.
Lalu minta izin (mohon doa) restu dan kalu perlu minta petunjuk dan sifat yang diperlukan dalam rencana perkawinan.
Terakhir tentu memohon kehadiran orang bersangkutan serta seluruh keluarganya pada hari-hari perhelatan tersebut.
Tata busana
Untuk melaksanakan acara ini calon pengantin pria diharuskan untuk mengenakan busana khusus. Ada dua pilihan untuk itu yang lazim berlaku sampai sekarang di beberapa daerah di Sumatera Barat :
1. Mengenakan celana batik dengan baju ganting cina berkopiah hitam dan menyandang kain sarung pelekat (atau sarung bugis )
2. Mengenakan celana batik degan kemeja putih yang diluarnya dilapisi dengan jas, kerah kemeja ke luar menjepit leher jas. Tetap memakai kopiah dengan kain sarung pelekat yang disandang di bahu atau dilingkarkan di leher.
Dahulu si calon mempelai pria juga di haruskan untuk membawa salapah (semacam tempat untuk rokok daun nipah dengan tembakaunya) sekarang ditukar dengan rokok biasa. Sebab tujuan membawa barang tersebut hanyalah sebagai suguhan pertama sebelum membuka kata .
Bagi keluarga calon pengantin wanita yang bertugas melaksanakan acara ini yang disebut mahanta siriah, yaitu peralatan yang dibawa sesuai dengan namanya yaitu seperangkat daun sirih lengkap bersadah pinang yang telah tersusun rapi baik di letakkan diatas carano maupun di dalam kampia (tas yang terbuat dari daun pandan). Sebelum maksud kedatangan disampaikan maka sirih ini terlebih dahulu yang disuguhkan kepada orang yang didatangi.

4. BABAKO-BABAKI

Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan calon mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi, calon mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.

5. MALAM BAINAI
Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah. Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon mempelai. Calon mempelai wanita dengan baju tokah dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.

6. MANJAPUIK MARAPULAI
Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan menurut adat Minangkabau. Calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke rumah calon pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga dibarengi pemberian gelar pusaka kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa. Lazimnya pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa sirih lengkap dalam cerana yang menandakan kehadiran mereka yang penuh tata krama (beradat), pakaian pengantin pria lengkap, nasi kuning singgang ayam, lauk-pauk, kue-kue serta buah-buahan. Untuk daerah pesisir Sumatra Barat biasanya juga menyertakan payung kuning, tombak, pedang serta uang jemputan atau uang hilang. Rombongan utusan dari keluarga calon mempelai wanita menjemput calon mempelai pria sambil membawa perlengkapan. Setelah prosesi sambah-mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan, barang-barang diserahkan. Calon pengantin pria beserta rombongan diarak menuju kediaman calon mempelai wanita.

7. PENYAMBUTAN DI RUMAH ANAK DARO

Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon mempelai wanita lazimnya merupakan momen meriah dan besar. Diiringi bunyi musik tradisional khas Minang yakni talempong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih. Sirih dalam carano adat lengkap, payung kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan putih merupakan perlengkapan yang biasanya digunakan. Keluarga mempelai wanita memayungi calon mempelai pria disambut dengan tari Gelombang Adat Timbal Balik. Berikutnya, barisan dara menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap. Para sesepuh wanita menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum memasuki pintu rumah, kaki calon mempelai pria diperciki air sebagai lambang mensucikan, lalu berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya akad.





8. TRADISI USAI AKAD NIKAH

Ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan setelah akad nikah. Yaitu memulang tanda, mengumumkan gelar pengantin pria, mengadu kening, mengeruk nasi kuning dan bermain coki.

  •   Mamulangkan Tando
Setelah resmi sebagai suami istri, maka tanda yang diberikan sebagai ikatan janji sewaktu lamaran dikembalikan oleh kedua belah pihak.

  •   Malewakan Gala Marapulai
Mengumumkan gelar untuk pengantin pria. Gelar ini sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan yang disandang mempelai pria. Lazimnya diumumkan langsung oleh ninik mamak kaumnya.

  •   Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening
Pasangan mempelai dipimpin oleh para sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka satu sama lain. Kedua mempelai didudukkan saling berhadapan dan wajah keduanya dipisahkan dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu kening pengantin akan saling bersentuhan.
                                      


  •   Mangaruak Nasi Kuniang
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami isri harus selalu saling menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.

  •   Bamain Coki
Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur yang dilakukan oleh dua orang, papan permainan menyerupai halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta kemesraan.

Kesimpulan :
Dilihat dari keseluruhannya mulai dari acara sebelum pernikahan itu sudah terdapat beberapa tahap acara yang dilalu oleh sepasang pengantin. Setelah melakukan pernikahan pun juga masih terdapat beberapa acara lagi yaitu salah satunya acaranya penyambutan mempelai pria dirumah mempelai wanitanya.
Yang lebih menarik adalah pada saat acara pelamaran di adat Minangkabau pihak perempuan lah yang melamar pihak laki-lakinya, mungkin ini disebabkan oleh adat yang ada di minangkabau yaitu pihak perempuan lebih tinggi dari pihak laki-laki.

Daftar Pustaka :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COMPUTATION THEORY & CLOUD COMPUTATION

In this video we explain about Preliminary theory of computing and cloud computing.  In Preliminary section there are sub-explanation...